Skip to main content

A to Z of PJK: QnA

 Coronary angiography and LAD primary PCI. Thrombotic occlusion at the... |  Download Scientific Diagram

Tulisan ini disarikan dari guideline ACS ESC 2023, buku ajar jantung Unair, dan sumber-sumber lainnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada dr. Alisia, Sp.JP(K) atas diskusi dan masukan selama penulis belajar di stase jantung.

1. Apa itu penyakit jantung koroner (PJK)? 

Penyakit jantung koroner adalah kondisi di mana terdapat pasokan darah dan oksigen yang tidak memadai ke miokardium. Kondisi ini disebabkan oleh penyumbatan arteri koroner oleh plak aterosklerosis dan mengakibatkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan oksigen (oxygen supply and demand mismatch).

2. Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit jantung koroner?

Pada PJK, terdapat faktor risiko mayor dan minor yang dapat dimodifikasi/dikontrol dan tidak. Faktor risiko mayor yang bisa dikontrol antara lain adalah hipertensi, merokok, dislipidemia, dan diabetes mellitus, serta mikroalbuminuria. Pada pasien-pasien dengan faktor risiko dapat dilakukan stratifikasi risiko untuk mengetahui risiko terjadinya suatu ASCVD dan tatalaksana yang direkomendasikan, salah satunya dengan skoring ASCVD (Atherosclerotic Cardiovascular Disease) 2013 Risk Calculator from AHA/ACC. Contoh penggunaannya sebagai berikut:

INPUTS:

  • Age —> 65 years
  • Diabetes —> 1 = Yes
  • Sex —> 1 = Male
  • Smoker —> 1 = Yes
  • Total cholesterol —> 160 mg/dL
  • HDL cholesterol —> 22 mg/dL
  • Systolic blood pressure —> 167 mm Hg
  • Treatment for hypertension —> 1 = Yes
  • Race —> 3 = Other
RESULTS:

  • High-intensity statin recommended because of known diabetes and 10-year risk ≥7.5%. If LDL <70mg/dl (1.81 mmol/L), additional factors like lifestyle and risk-benefits can be considered before starting statins.
  • 62.4% risk of cardiovascular event (coronary or stroke death or non-fatal MI or stroke) in next 10 years.
  • 8.8% 10-year cardiovascular risk if risk factors were optimal.

Major and minor risk factors for cardiovascular disease | Download  Scientific Diagram

Patogenesis dari penyakit jantung koroner diawali dari pembentukan plak aterosklerosis pada arteri koronaria. Patogenesis terjadinya plak aterosklerosis:

  • Aktivasi sel endotel oleh LDL teroksidasi
  • Ekspresi molekul adhesi leukosit dan adhesi monosit yang terjadi
  • Transmigrasi monosit ke dalam intima
  • Diferensiasi monosit menjadi makrofag
  • Pembentukan plak oleh bergabungnya limfosit T dan makrofag
  • Pembentukan foam cell kaya lipid
  • Migrasi dan replikasi sel otot polos vaskular
  • Akumulasi sel otot polos di plak, membentuk lesi fibroproliferatif
  • Kematian foam cell dan pembentukan inti nekrotik
Penyempitan arteri terjadi setelah pelebaran lumen arteri tidak dapat mengimbangi pertumbuhan eksentrik plak. Stenosis >60% dari lumen arteri dapat menyebabkan gangguan perfusi sehingga terjadi angina/nyeri dada (yang terjadi pada angina stabil kronis). Plak aterosklerosis juga dapat dibagi menjadi plak stabil dan vulnerable/rawan. Plak stabil terdiri dari fibrous cap/jaringan ikat yang menutupi plak yang tebal dan tidak mudah ruptur, dengan sel otot polos yang yang terdiri dari matriks ekstraseluler yang lebih banyak, dan inti dari plak atheroma tersebut kadar lemaknya lebih rendah. Sementara itu, plak yang rawan memiliki fibrous cap yang lebih tipis, lebih banyak mengandung infiltrat sel-sel inflamasi, dan kadar lemak di intinya lebih tinggi.


Plak yang rawan ini dapat mengalami ruptur ketika fibrous cap yang rapuh tidak mampu lagi mengompensasi pertumbuhan dari lipid core yang semakin masif. Akibatnya, akan terbentuk trombosis akibat tereksposnya komponen darah (platelet, faktor koagulasi, dan sel darah merah) ke endotel yang terbuka sehingga terjadi aktivasi sistem koagulasi. Trombus akan dengan cepat terbentuk dan dapat menimbulkan sumbatan/oklusi akut dengan cepat bahkan bisa menjadi total oklusi/sumbatan sepenuhnya pada arteri koronaria. Sumbatan total ini akan menimbulkan iskemia pada miokardium, bermanifestasi sebagai angina, dan jika tidak dilakukan tatalaksana segera dapat membuat miokardium mengalami nekrosis. Hal inilah yang mendasari terjadinya acute coronary syndrome.


Selain proses aterosklerosis pada arteri koronaria, penyakit jantung koroner juga dapat timbul akibat spasme/vasokonstriksi arteri koronaria (seperti pada varian/Prinzmetal angina) atau kerusakan mikrovaskular yang tidak dapat divisualisasikan dengan angiografi koroner. Ketiga mekanisme ini dapat terjadi secara bersamaan dan bermanifestasi menjadi spektrum penyakit jantung koroner.


3. Apa saja tanda dan gejala dari PJK? Apa itu typical angina dan atypical angina?

Poin ini akan berfokus pada tanda dan gejala dari PJK spektrum "chronic coronary syndrome/CCS". Dari anamnesis, didapatkan tiga kriteria di bawah ini:

  • Nyeri/rasa tidak nyaman di dada, lokasi di substernal, dan dapat menjalar ke leher, rahang, bahu, atau lengan kiri
  • Dipicu oleh aktivitas berdasarkan gradasinya dari Canadian Cardiovascular Society (lihat poin no. 6)
  • Membaik dengan istirahat dan/atau pemberian nitrat dalam hitungan 5 menit.
Keluhan di atas timbul karena pada CCS iskemia yang terjadi adalah demand ischemia. Artinya, iskemia ini akibat permintaan oksigen yang berlebihan dari miokardium yang biasanya dipicu oleh aktivitas fisik/stres emosional, dan dengan adanya plak aterosklerosis yang belum sepenuhnya menyumbat arteri koronaria (partial occlusion), terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan oksigen. Tapi, pada CCS, dengan menurunkan kebutuhan oksigen miokardium (istirahat) atau pemberian obat vasodilator (nitrat), gejala angina dapat reda.

Selain itu, perlu dibedakan antara classic/typical angina (angina yang berasal dari jantung) dan atypical angina. Gejala keduanya dapat dibedakan dari tabel berikut:
What do we mean by atypical chest pain ? | Dr.S.Venkatesan MD

Frank Netter's illustration of angina pectoris during a heart attack. |  Download Scientific Diagram
The History and Physical Examination | Thoracic Key
Ilustrasi klasik angina pectoris oleh Netter.

4. Pemeriksaan fisik apa yang akan anda dapatkan pada pasien dengan PJK? Apa pemeriksaan penunjang yang anda usulkan?

Pada CCS, pemeriksaan fisik umumnya normal kecuali didapatkan komorbid seperti neuropati pada diabetes, dll.

Pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis PJK antara lain: 

  • Elektrokardiografi (EKG): pemeriksaan EKG menunjukkan adanya tanda iskemia berupa deviasi segmen ST atau T inversi, nekrosis lama (old myocardial infarction/OMI) berupa gelombang Q patologis, maupun normal yang harus diperiksa menggunakan treadmill stress testWave changes during evolution of myocardial damage. ... | GrepMed
  • Foto CXR dapat menunjukkan faktor risiko PJK yang bersifat kronis seperti hipertensi yang menimbulkan hypertensive heart disease
  • Pemeriksaan treadmill test dapat dilakukan sesuai panduan yang tersedia; gambaran EKG yang penting adalah ST depresi dan ST elevasi. ST depresi didefinisikan sebagai depresi segmen-ST horizontal atau melandai ke bawah (downsloping) lebih dari 1 mm atau elevasi paling tidak sebesar 60-80 ms setelah complex QRS
Myocardial Ischemia & Infarction – Cardiovascular Education

5. Apa saja spektrum atau pembagian dari penyakit jantung koroner?

Berdasarkan patofisiologinya, PJK dapat dibagi menjadi:

  • angina pektoris stabil/stable angina/chronic coronary syndrome (ESC 2019 menggunakan istilah chronic coronary syndrome)
  • varian/Prinzmetal angina
  • sidroma koroner akut (SKA) atau ACS
    • angina pektoris tidak stabil/unstable angina pectoris (UAP)
    • STEMI (ST-segment elevation myocardial infarction)
    • NSTEMI (Non ST-segment elevation myocardial infarction

6. Bagaimana klasifikasi dari chronic coronary syndrome (CCS)?

Menurut Canadian Cardiovascular Society, CCS dapat dibagi menjadi:

  • Kelas 1: keluhan angina timbul saat aktivitas berat yang lama (misal olahraga berat-jogging, bersepeda jarak jauh)
  • Kelas 2: keluhan angina timbul saat aktivitas yang lebih berat dari aktivitas sehari-hari (misal naik turun tangga, mengangkat beban berat, mengejar bis)
  • Kelas 3: keluhan angina timbul saat aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari-hari (misal jalan kaki beberapa meter, mandi, memakai pakaian)
  • Kelas 4: angina terjadi saat istirahat
Oke, definisi, patofisiologi, dan pembagian spektrum PJK sudah kita bahas. Sekarang, pembahasan kita akan berfokus pada ACS. 

7. Apa definisi dari ACS (acute coronary syndrome)/sindroma koroner akut (SKA)?

Definisi per guideline:

  • Sindrom koroner akut (ACS) mencakup berbagai kondisi yang meliputi pasien dengan perubahan gejala atau tanda klinis terbaru, dengan atau tanpa perubahan pada elektrokardiogram (EKG) 12-lead, dan dengan atau tanpa peningkatan akut kadar troponin jantung (cTn). 
  • Pasien yang datang dengan dugaan ACS mungkin akhirnya didiagnosis dengan infark miokard akut (AMI) atau angina tidak stabil (UA). Diagnosis infark miokard (MI) berkaitan dengan pelepasan cTn dan dibuat berdasarkan definisi universal keempat MI (https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehy462)
  • UA didefinisikan sebagai iskemia miokard saat istirahat atau pada aktivitas minimal tanpa adanya cedera/nekrosis kardiomiosit akut. UA ditandai oleh temuan klinis spesifik berupa angina berkepanjangan (>20 menit) saat istirahat; angina baru dengan intensitas berat; angina yang semakin sering, lebih lama, atau terjadi pada ambang aktivitas yang lebih rendah; atau angina yang terjadi setelah episode MI baru-baru ini. 
  • ACS terkait dengan berbagai presentasi klinis, mulai dari pasien yang tidak menunjukkan gejala saat datang hingga pasien dengan ketidaknyamanan dada yang terus berlanjut, pasien dengan henti jantung, ketidakstabilan elektrik/hemodinamik, atau syok kardiogenik (CS).
Acute coronary syndrome - Wikipedia
Secara sederhana, ACS dapat didefinisikan sebagai adanya angina yang berlangsung 10-20 menit atau lebih, menetap, tidak membaik dengan istirahat atau nitrat; dengan gejala klinis bervariasi mulai dari dyspnea, aktivasi sistem saraf otonom beruapa diaforesis (gelisah, pucat, berkeringat) sampai dengan gangguan hemodinamik dan irama jantung yang dapat mengancam jiwa (aritmia, syok kardiogenik, henti jantung).

8. Apa perbedaan STEMI dengan NSTEMI?

  • Perbedaan STEMI dan NSTEMI dapat ditinjau dari aspek paling mendasar yaitu per-definisi yaitu "ST elevasi" dan "non-ST-elevasi". Perbedaan kedua adalah terkait dengan patofisiologi dari derajat oklusi dan iskemia/infark dari miokardium.
  • Dari EKG: STEMI ditandai dengan ST elevasi yang signifikan dan memenuhi beberapa kriteria berikut
    • Elevasi segmen ST pada titik J di 2 sadapan berurutan dengan nilai ambang lebih dari 0,1 mV di semua sadapan selain V2 atau V3. 
    • Pada sadapan V2-V3, nilai ambang lebih dari 0,2 mV pada pria yang berusia lebih dari 40 tahun dan lebih dari 0,25 mV pada pria yang lebih muda dari 40 tahun, atau lebih dari 0,15 mV pada wanita. 
    • Elevasi ST harus ada di setidaknya dua sadapan anatomis yang berdekatan untuk memenuhi kriteria STE-ACS. Sadapan anatomis yang berdekatan berarti sadapan harus berdekatan secara anatomis; misalnya V1 dan V2; V5 dan V6; V4 dan V5; aVF dan III, dan sebagainya. 
    • Dalam banyak kasus, elevasi segmen ST disertai dengan depresi segmen ST yang bersifat resiprokal. Depresi segmen ST ini terjadi pada sadapan yang mendeteksi vektor iskemik dari sudut yang berlawanan, dibandingkan dengan sadapan yang menunjukkan elevasi segmen ST.
ECG Complex ST segment elevation
ECG Anterior STEMI Evolving 2
Biasanya terdapat depresi ST resiprokal pada sadapan yang berlawanan secara elektrik. Misalnya, elevasi ST (STE) pada sadapan lateral tinggi I dan aVL biasanya menghasilkan depresi ST resiprokal pada sadapan III.
  • Sementara NSTEMI ditandai dengan gambaran EKG berupa ST depresi ATAU T inversi yang memenuhi beberapa kriteria berikut:
    • Depresi ST dapat berupa upsloping (miring ke atas), downsloping (miring ke bawah), atau horizontal. 
    • Depresi ST horizontal atau downsloping ≥ 0,5 mm pada titik J di ≥ 2 sadapan berurutan menunjukkan iskemia miokard (menurut Kriteria Task Force 2007). 
    • Depresi ST ≥ 1 mm lebih spesifik dan menunjukkan prognosis yang lebih buruk. 
    • Depresi ST ≥ 2 mm di ≥ 3 sadapan dikaitkan dengan probabilitas tinggi NSTEMI dan memprediksi mortalitas yang signifikan (35% mortalitas dalam 30 hari). 
    • Depresi ST upsloping tidak spesifik untuk iskemia miokard. 
    • Inversi gelombang T dapat dianggap sebagai bukti iskemia miokard jika gelombang T setidaknya 1 mm dalamnya, ditemukan di ≥ 2 sadapan berurutan yang memiliki gelombang R dominan (rasio R/S > 1), dan sifatnya dinamis yakni tidak ada pada EKG lama atau berubah seiring waktu. 
    • Catatan: Inversi gelombang T hanya dianggap signifikan jika terlihat pada sadapan dengan kompleks QRS yang tegak.
ST segment morphology in myocardial ischaemia
  • Pada STEMI, terjadi total oklusi dari suatu epikardial arteri~arteri koronaria. Oklusi ini menimbulkan iskemia transmural (sepanjang diameter miokard dari dinding jantung dari endokardium ke epikardium). Pada NSTEMI, terjadi oklusi subtotal (tidak sepenuhnya, tidak 100%) pada arteri koronaria yang menimbulkan iskemia subendokardium. Mengapa pada NSTEMI iskemia yang terjadi hanya pada lapisan subendokardium? arteri koronaria berjalan pada epikardium (lapisan luar dari dinding jantung) dan masuk ke dalam miokard melalui cabang-cabangnya. Jika terjadi subtotal oklusi pada suatu arteri koronaria, maka lapisan yang paling jauh dari arteri tersebutlah yang dahulu paling awal mengalami iskemia.
  • Pada kedua spektrum ACS, terdapat peningkatan enzim jantung khususnya troponin.

9. Bagaimana tanda dan gejala dari ACS?

Anamnesis

  • Angina berkepanjangan (>20 menit) saat istirahat; angina baru dengan intensitas berat; angina yang semakin sering, lebih lama, atau terjadi pada ambang aktivitas yang lebih rendah; atau angina yang terjadi setelah episode MI baru-baru ini. 
Pemeriksaan fisik
  • ACS terkait dengan berbagai presentasi klinis, mulai dari pasien yang tidak menunjukkan gejala saat datang hingga pasien dengan ketidaknyamanan dada yang terus berlanjut, pasien dengan henti jantung, ketidakstabilan elektrik/hemodinamik, atau syok kardiogenik (CS).
  • Pasien tampak nyeri, terkadang disertai dyspnea, cyanosis bila disertai kongesti paru, aktivasi sistem saraf otonom (pucat, diaforesis/berkeringat), hipotensi dan oligruia bila disertai dengan syok.
  • Pemeriksaan fisik jantung dapat menemukan murmur sistolik akibat regurgitasi mitral iskemik, atau bahkan murmur sistolik yang dapat menunjukkan komplikasi mekanis (misalnya, ruptur otot papilaris atau defek septum ventrikel), terutama pada pasien yang datang terlambat setelah MI dan mengalami penundaan revaskularisasi.
  • Presentasi klinis pasien ACS dinilai dengan klasifikasi Killip yang menilai derajat dari gagal jantung akut akibat infark miokard, dan menentukan mortalitas pasien, sebagai berikut:
Professor M Z Khalil on X: "This patient has pulmonary edema (CXR), and  stable hemodynamics, hence; his prognosis is based on Killip class III with  inhospital mortality risk of ~30%. Killip classification

Yang penting juga untuk diketahui dari infark miokard akut adalag komplikasinya yang dapat berupa komplikasi mekanik, elektrik, inflamatorik, iskemik, dan embolik. Pasien bisa saja datang hanya dengan keluhan nyeri dada disertai gambaran EKG khas, atau bahkan datang dalam keadaan henti jantung akibat aritmia maligna seperti ventricular fibrillation.

Acute myocardial infarction complications | Download Scientific Diagram

10. Apa pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis dari suatu ACS?

  • Penggunaan EKG masih merupakan cara pemeriksaan yang paling penting, cepat, dan baik untuk diagnosis  awal maupun perjalanan dari ACS. Fase awal infark miokard berlangsung beberapa menit dan disebut fase iskemik, di mana viabilitas miokardium terancam dan dalam kondisi metabolisme anaerobik. Fase infark terjadi ketika metabolisme anaerobik tidak dapat mempertahankan metabolik, kerusakan ireversibel dan kematian sel dimulai.
  • Evolusi EKG pada SKA seperti berikut:

  • Biomarker jantung: sebagian besar biomarker serum timbul akibat kerusakan struktural miosit yang diinduksi oleh keadaan hipoksia. Keadaan hipoksia akan menyebabkan pengeluaran berbagai macam enzim creatine kinase (CK), arpartat transaminase (AST), lactate dehydrogenase (LDH), CKMB, serta degradasi akhir miofibril rantai ringan protein miosin dan troponin T dan I (4-24 jam). Saat ini, CK-MB dan troponin adalag biomarker utama infark miokard akut.
Properties of cardiac marker proteins | Download Table
  • Lokasi dari lesi pada arteri koronaria dan bagian jantung yang diperfusinya dapat ditentukan dari lokasi perubahan gambaran EKG.

STEMI & NSTEMI: A Nurse's Comprehensive Guide | Health And Willness

Myocardial infarction - Cancer Therapy Advisor

Coronary anatomy - PCIpedia

11. Pada kasus STEMI, tatalaksana awal apa yang akan ada lakukan sebagai seorang dokter jaga di IGD?

Tatalaksana medikamentosa awal ACS terdiri dari antiangina, antiplatelet, antikoagulan dan terapi suportif

Table 1 from A simple mnemonic for the acute and continued medical  treatment of ST-elevation myocardial infarctions. | Semantic Scholar

Anti angina

  • Nitrogliserin menurunkan oxygen demand miokard sekaligus meningkatkan suplai oksigen miokard. Nitrogliserin tablet dapat diberikan sublingual 3 kali selang 5 menit dan dengan inisiasi menggunakan beta bloker oral atau IV bila tidak ada kontraindikasi, gagal jantung, atau hipertensi. Bila gejala angina menetap, dapat diberikan nitrogliserin intravena dengan dosis awal 15-20 mcg/menit dan dinaikkan 10-15 mcg/min sampai respons yang adekuat.
Isosorbide Dinitrate 5 mg Tablet Yarindo | Farmaku
NTG INJEKSI 10MG (BOX/10AMP) | E-Katalog 5.0
  • Morfin sulfat (1-5 mg IV) dapat diberikan pada penderita dengan gejala yang menetap setelah diberikan ISDN sublingual 3 tablet
  • Dianjurkan pemberian beta blocker dimulai secara oral dalam 24 jam pertama tanpa adanya kontraindikasi misal gagal jantung akut dekompensata

Anti platelet
  • Aspirin dapat menghambat COX-1 sehingga pembentukan tromboksan A2 terhambat dan menginduksi penghambatan fungsional permanen trombosit
  • Inhibitor reseptor P2Y12 berupa clopidogrel, ticagrelor, prasugrel
  • Terapi antiplatelet ganda (dual antiplatelet therapy/DAPT) yang mencakup aspirin dan inhibitor reseptor P2Y12 yang poten (prasugrel atau ticagrelor) direkomendasikan sebagai strategi DAPT default untuk pasien ACS
  • Clopidogrel, yang memiliki karakteristik penghambatan platelet yang kurang efektif dan lebih bervariasi, hanya boleh digunakan ketika prasugrel atau ticagrelor dikontraindikasikan/tidak tersedia, atau pada beberapa pasien yang dianggap berisiko tinggi perdarahan (HBR), misalnya dengan ≥1 kriteria mayor atau ≥2 kriteria minor ARC-HBR. 
  • Selain itu, penggunaan clopidogrel dapat dipertimbangkan pada pasien yang lebih tua (misalnya, ≥70 tahun).


Antikoagulan
Tidak dibahas pada tulisan ini. Silakan merujuk ke guideline/buku ajar.

Terapi suportif
  • Oksigen dapat diberikan pada penderita STEMI yang dalam kondisi hipoksemia (SpO2 <90%); perhatian khusus pada pasien dengan PPOK target oksigen hanya di kisaran 88-92%
  • ACEi/ARB bermanfaat dalam menurunkan preload dan afterload jantung, menurunkan aktivasi sistem saraf simpatis, dan mengurangi pelepasan noradrenalin. ACEi juga berperan mengurangi luas infark, mencegah remodelling ventrikel, dan menurunkan kejadian kematian mendadak akibat jantung.

12. Kapan anda merujuk pasien dengan STEMI ke suatu PCI center atau anda melakukan terapi fibrinolisis?

Pada pasien STEMI, keputusan untuk memilih terapi reperfusi dengan PCI atau trombolitik didasarkan pada beberapa pertimbangan

  • Onset dari gejala ACS dan gambaran EKG yang menggambarkan suatu proses STEMI: akut (<12 jam), 12-48 jam, dan >48 jam (late)
  • Mode of FMC (first medical contact)/kontak medis pertama: PCI center atau non PCI center
  • Kemampuan untuk dilaksanakannya primary PCI (pPCI) dalam <120 menit (door to balloon) atau <90 menit (door to wire)


Poin penting:
  • Berdasarkan waktu: pasien yang datang dengan gejala iskemia <12 jam dan terdiagnosis sebagai STEMI, dianjurkan untuk dilakukan terapi reperfusi
  • Sementara pada pasien STEMI dengan gejala iskemia 12-48 jam, dapat dipertimbangkan pPCI. Dan pada pasien dengan gejala iskemia >48 jam, pPCI tidak dianjurkan jika sudah tidak ada gejala
  • Jika dapat dilaksanakan dalam waktu <120 menit (door to wire cross <90 menit), maka pPCI sangat dianjurkan


13. Bagaimana prinsip terapi definitif/reperfusi pada STEMI? 

14. Apa saja indikasi keberhasilan terapi fibrinolisis anda? Kapan anda perlu merujuk pasien?

15. Bagaimana tatalaksana dari NSTEMI?

16. Apa indikasi CABG pada ACS?

17. Kapan pasien dengan ACS/STEMI boleh dipulangkan?

18. Apa saja terapi medikamentosa yang akan ada berikan kepada pasien pasca-ACS? Sampai kapan pasien harus minum obat?

18. Apa saja rehabilitasi jantung/cardiac rehabilitation yang akan anda rencanakan kepada pasien pasca-ACS?

20. Apa pemeriksaan penunjang yang anda usulkan untuk evaluasi pada pasien pasca-ACS?


Comments

Popular posts from this blog

Catatan Belajar Paru: Bronkiektasis

Bronkiektasis Pendahuluan Bronkiektasis adalah suatu kondisi yang ditandai secara patologis oleh peradangan saluran napas dan dilatasi bronkus permanen , serta secara klinis oleh batuk, produksi dahak, dan eksaserbasi dengan infeksi saluran pernapasan berulang. Definisi Bronkiektasis adalah kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan permanen akibat rusaknya komponen elastik dan muskular dinding bronkus. Epidemiologi 1. P revalensi bronkiektasis non-cystic fibrosis diperkirakan sebesar 52 kasus per 100.000, dengan jumlah total kasus diperkirakan lebih dari 110.000 di Amerika Serikat.  2. Studi yang lebih baru menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi yaitu 139 kasus per 100.000 orang.  3. Prevalensi bronkiektasis meningkat seiring bertambahnya usia dan tampaknya lebih umum pada wanita (1,3 hingga 1,6 kali lebih tinggi) dan orang Asia (2,5 hingga 3,9 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang Kaukasia dan Afrika Amerika).  Etiologi Bronkiektas...

Acute bronchitis and CAP: Basic and Updates from ATS/IDSA

Acute bronchitis Definition: inflammation of the large airways without evidence  of pneumonia Epidemiology: approx 5% of adults develop one in a year, with high burden on the management of cough, its main symptom. Common in fall and winter. Etiology: Viruses (90%): rhinovirus, coronavirus, parainfluenza. respiratory syncytial virus. HMPV, influenza.  Bacteria: B. pertussis, M. pneumonia, Chlamydia pneumoniae (in immunocompetent); Moraxella catarrhalis, H. influenzae, S. pneumoniae (COPD/smokers) H&P: Cough , with/wo sputum , lasting 10-20 days sometimes 1 mo. Headache, rhinorrhea, systemic symptoms. Fever +/- Sputum purulency DOES NOT define bacterial infection or benefit from antibiotic therapy Must be differentiated with: pneumonia, asthma exacerbation, COPD, CHF In elderly, cxr and simple labs may be needed Tx: Supportive; routine antitussive, steroids, and BD not recommended Red flags: hemoptysis, worsening dyspnea, weight loss, difficulty swallowing, persistent fever...

Sistem Kardiovaskular

1.HIPERTENSI dengan ARITMIA (3B) Nyonya A, usia 45 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan kepala sering terasa berat sudah satu minggu, disertai jantung terasa berdebar-debar sejak dua hari yang lalu. Sudah dua minggu pasien merasa gelisah dan tidur agak susah. Pasien suka makan asin. Tidak ada riwayat DM & Hipertensi sebelumnya. Ayah pasien meninggal karena stroke. Tidak ada demam, mual, muntah. Tidak ada keluhan lain. Hasil pemeriksaan fisik : Tensi 160/100, Nadi 112 x/menit, tidak teratur, RR 20x/menit, Suhu 37˚C, BB 60 kg, TB 150 cm, pemeriksaan paru normal, jantung tidak membesar, S1S2 tunggal, tidak ada murmur, irama jantung lebih cepat & tidak teratur. Status neurologis normal. Lain-lain dalam batas normal. Diagnosis dokter Hipertensi stage 2 dengan aritmia Berikan terapi farmakologi dengan penulisan resep sesuai kaidah yang benar ! Jelaskan alasan pemilihan obatnya! Resep dr. Danial Habri SIP 111239286 Jl. Kedung Sroko 48 Surabaya Surabaya, 7 Oktober 2024 R/ Tab. Cap...