Skip to main content

Hidrotoraks Hepatik: Komplikasi Lanjutan Sirosis Hepatik dengan Mortalitas yang Tinggi

Hidrotoraks Hepatik

 Hepatic hydrothorax in a 60-year-old man with liver cirrhosis. (a)... |  Download Scientific Diagram

Hepatic hydrothorax in a 60-year-old man with liver cirrhosis. (a) Chest radiograph shows a large amount of pleural effusion in the right hemithorax. (b) Contrast-enhanced CT scan of the upper abdomen shows a focal defect in the right posterior diaphragm (arrow), a finding indicative of a Bochdalek foramen. Also noted are right pleural effusion and ascites. (10.1148/rg.293085093)

Pendahuluan

Hari ini, tepat 79 tahun yang lalu, pendahulu kita mengumumkan kemerdekaan negara Indonesia. Kini, hampir 8 abad berselang, cita-cita kemerdekaan itu masih terus kita perjuangkan; sebagian sudah berhasil kita capai, tapi banyak yang masih jauh panggang dari api. Di dunia kedokteran pun, kita baru saja dikejutkan oleh berita berpulangnya seorang sejawat yang sedang menempuh pendidikan. Semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosanya dan kita yang masih berada di barisan perjuangan ini diberi hidayah untuk terus berbenah dan memberikan apa yang Tuhan berikan untuk kita demi kebaikan orang-orang di sekitar kita. Amin.

Tulisan ini merupakan terjemahan bebas dari artikel yang berjudul "Hepatic Hydrothorax: A Narrative Review", oleh Pippard, B., Bhatnagar, M., McNeill, L. et al. yang diterbitkan di Jurnal Pulm Ther 8, 241–254 (2022) (https://doi.org/10.1007/s41030-022-00195-8), dengan perubahan dan penyesuaian oleh penulis.

Definisi

Hidrotoraks hepatik (HH) adalah adanya penumpukan cairan di rongga pleura (biasanya lebih dari 500 ml) yang disebabkan oleh kegagalan hati, tanpa adanya penyakit jantung, ginjal, atau paru-paru yang mendasarinya. HH merupakan bagian dari spektrum efusi pleura non-malignan, yang juga mencakup efusi yang timbul dari gagal jantung, gagal ginjal, penyakit autoimun (seperti artritis reumatoid), atau kondisi apa pun yang menyebabkan pleuritis non-spesifik.

Epidemiologi

Studi retrospektif menunjukkan bahwa kejadian HH berkisar antara 5-16% pasien dengan sirosis dan hipertensi portal serta terkait dengan angka kematian yang tinggi. Dalam sebuah studi longitudinal, Badillo dan Rockey (2014) menganalisis semua pasien dengan sirosis dan hipertensi portal di institusi mereka selama periode 12 tahun, menemukan bahwa 77 dari 495 pasien (16%) menderita HH; 44 dari 77 pasien tersebut (57%) kemudian meninggal dalam 12 bulan berikutnya.

Patofisiologi

figure 1

Efusi pleura terjadi ketika laju akumulasi cairan di dalam rongga pleura melebihi kapasitas absorptif alami dari membran pleura untuk menyerap cairan tersebut. Pada HH, hal ini terjadi pada keadaan sirosis hati dan hipertensi portal, serta sering kali dikaitkan dengan adanya asites yang signifikan. Beberapa mekanisme menjelaskan proses terjadinya HH, termasuk hipoalbuminemia, drainase limfatik trans-diaphragma dari cairan asites, dan hipertensi vena azygos. Namun, penjelasan yang paling diterima secara luas adalah terkait dengan aliran langsung cairan asites melalui defek kecil yang ada dalam struktur tendinosa diafragma. Defek-defek tersebut (biasanya berdiameter kurang dari 1 cm) dapat menyebabkan komunikasi pleuro-peritoneal langsung (direct pleuro-peritoneal communication), yang memfasilitasi aliran cairan asites ke dalam rongga pleura.

Tanda dan Gejala Klinis

HH biasanya muncul pada penyakit hati yang mengalami dekompensasi, yang ditandai oleh hipertensi portal dan asites. Tergantung pada ukuran efusi, pasien dengan HH mungkin tetap asimtomatik (misalnya, dengan efusi kecil dan/atau insidental), atau mengalami gagal napas yang jelas (misalnya, dengan efusi besar yang menyebabkan kolaps total paru-paru); paling sering, pasien mengalami gejala non-spesifik, termasuk dispnea, batuk, mual, dan nyeri dada pleuritik.

Badillo dan Rockey menemukan bahwa efusi pleura sisi kanan sebagai kelainan radiologis yang paling sering terjadi (terdapat pada 73% pasien); sebaliknya, hanya 17% yang memiliki efusi sisi kiri, sementara 10% memiliki efusi bilateral. Dominasi sisi kanan pada HH ini telah berulang kali terbukti dalam praktik, dengan laporan hingga 85% kasus terlokalisasi di hemitoraks kanan.

Diagnosis

Diagnosis HH harus dicurigai pada pasien dengan atau tanpa sirosis dan asites, yang menunjukkan efusi unilateral (terutama sisi kanan) tanpa adanya kelainan jantung, paru-paru, atau ginjal yang mendasarinya. Aspirasi pleura sangat penting untuk mengonfirmasi diagnosis, dengan analisis cairan yang secara klasik menunjukkan efusi transudatif menurut kriteria Light. Namun demikian, diakui bahwa beberapa transudat mungkin salah diklasifikasikan sebagai eksudat dengan metode ini, terutama pada pasien yang menerima terapi diuretik jangka panjang. Oleh karena itu, Bielsa et al. merekomendasikan penggunaan gradien albumin serum-pleura (ambang > 1,2 g/dl) atau rasio albumin pleura-serum (ambang < 0,6 g/dl) sebagai ukuran yang lebih akurat untuk efusi transudatif, dengan metode kedua lebih sesuai untuk diagnosis HH.

Tata Laksana

Prinsip utama tata laksana hidrotoraks hepatik pada pasien dengan atau tanpa asites tetap sama, yaitu berfokus pada restriksi sodium dan penggunaan diuretik. Penatalaksanaan asites yang mendasarinya, jika ada, melalui pembatasan asupan sodium dalam diet, dengan tujuan tidak mengonsumsi lebih dari 5-6,5 g garam/hari. Penyakit dasar dari hati juga peru ditangani.

Ketika terapi diuretik diperlukan, antagonis reseptor aldosteron (misalnya, spironolakton) biasanya merupakan lini pertama pengobatan. Spironolakton bekerja dengan mencegah aldosteron mengikat protein reseptor di sel tubulus distal, sehingga mencegah reabsorpsi sodium. 
  • Spironolakton biasanya dimulai dengan dosis awal 100 mg/hari, dengan peningkatan bertahap 100 mg setiap 72 jam hingga dosis maksimum 400 mg/hari (meskipun pasien jarang menoleransi dosis ini). 
  • Furosemid (diuretik yang bekerja di loop Henle) dapat ditambahkan pada pasien yang tidak merespons terapi monoterapi spironolakton; ini biasanya dimulai dengan dosis awal 40 mg/hari, yang meningkat secara bertahap dalam langkah 40 mg hingga dosis maksimum 160 mg/hari
Tujuan terapi diuretik adalah untuk menghasilkan keseimbangan cairan negatif, yang mengarah pada pengurangan berat badan sebesar 0,5 kg/hari pada pasien tanpa edema perifer dan 1 kg/hari pada pasien dengan edema perifer.

Penting agar fungsi ginjal pasien dipantau secara ketat setelah memulai terapi diuretik, karena gangguan ginjal yang disebabkan oleh diuretik dapat terjadi ketika laju reabsorpsi asites (dan/atau hidrotoraks) melebihi laju diuresis, yang mengakibatkan penurunan volume intravaskular yang bisa menimbulkan gagal ginjal akut.

Vasokonstriktor splanknik dan perifer—seperti terlipresin, oktreotide, dan midodrin—dapat bermanfaat dengan meningkatkan ekskresi sodium ginjal. 

Terapi definitif untuk evakuasi cairan dari rongga pleura dengan torakosentesis, pemasangan chest tube/WSD, pleurodesis, atau repair diafragma dengan VATS mungkin diperlukan pada kondisi refrakter, tapi tidak dibahas di tulisan ini. Sila merujuk ke sumber asli untuk penjelasan lengkapnya.

figure 2

Take Home Message

  • Hidrotoraks hepatik umumnya merupakan efusi transudatif yang terjadi di sisi kanan dan dapat muncul bahkan tanpa adanya asites yang terbukti.
  • Pengobatan utama adalah terapi diuretik, pembatasan garam dalam diet, dan penanganan kondisi hati yang mendasarinya.
  • Intervensi pleura (misalnya, torakosentesis, atau pemasangan kateter pleura permanen) sering kali diperlukan tetapi membawa morbiditas yang signifikan.
  • Manajemen multi-disiplin yang melibatkan pengobatan pernapasan, hepatologi, dan perawatan paliatif sangat penting untuk mengoptimalkan perawatan yang berpusat pada pasien.
  • Kateter pleura permanen memiliki profil keamanan yang dapat diterima dan sering digunakan dalam konteks paliatif untuk gejala yang berkaitan dengan penumpukan hidrotoraks hepatik yang cepat.
Sekian, semoga bermanfaat...
(~Tulisan ini ditulis saat sedang tugas jaga di Ruang Isolasi Khusus (RIK) 3 RSU Dr. Soetomo)

Comments

Popular posts from this blog

Catatan Belajar Paru: Bronkiektasis

Bronkiektasis Pendahuluan Bronkiektasis adalah suatu kondisi yang ditandai secara patologis oleh peradangan saluran napas dan dilatasi bronkus permanen , serta secara klinis oleh batuk, produksi dahak, dan eksaserbasi dengan infeksi saluran pernapasan berulang. Definisi Bronkiektasis adalah kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan permanen akibat rusaknya komponen elastik dan muskular dinding bronkus. Epidemiologi 1. P revalensi bronkiektasis non-cystic fibrosis diperkirakan sebesar 52 kasus per 100.000, dengan jumlah total kasus diperkirakan lebih dari 110.000 di Amerika Serikat.  2. Studi yang lebih baru menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi yaitu 139 kasus per 100.000 orang.  3. Prevalensi bronkiektasis meningkat seiring bertambahnya usia dan tampaknya lebih umum pada wanita (1,3 hingga 1,6 kali lebih tinggi) dan orang Asia (2,5 hingga 3,9 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang Kaukasia dan Afrika Amerika).  Etiologi Bronkiektas...

Acute bronchitis and CAP: Basic and Updates from ATS/IDSA

Acute bronchitis Definition: inflammation of the large airways without evidence  of pneumonia Epidemiology: approx 5% of adults develop one in a year, with high burden on the management of cough, its main symptom. Common in fall and winter. Etiology: Viruses (90%): rhinovirus, coronavirus, parainfluenza. respiratory syncytial virus. HMPV, influenza.  Bacteria: B. pertussis, M. pneumonia, Chlamydia pneumoniae (in immunocompetent); Moraxella catarrhalis, H. influenzae, S. pneumoniae (COPD/smokers) H&P: Cough , with/wo sputum , lasting 10-20 days sometimes 1 mo. Headache, rhinorrhea, systemic symptoms. Fever +/- Sputum purulency DOES NOT define bacterial infection or benefit from antibiotic therapy Must be differentiated with: pneumonia, asthma exacerbation, COPD, CHF In elderly, cxr and simple labs may be needed Tx: Supportive; routine antitussive, steroids, and BD not recommended Red flags: hemoptysis, worsening dyspnea, weight loss, difficulty swallowing, persistent fever...

Sistem Kardiovaskular

1.HIPERTENSI dengan ARITMIA (3B) Nyonya A, usia 45 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan kepala sering terasa berat sudah satu minggu, disertai jantung terasa berdebar-debar sejak dua hari yang lalu. Sudah dua minggu pasien merasa gelisah dan tidur agak susah. Pasien suka makan asin. Tidak ada riwayat DM & Hipertensi sebelumnya. Ayah pasien meninggal karena stroke. Tidak ada demam, mual, muntah. Tidak ada keluhan lain. Hasil pemeriksaan fisik : Tensi 160/100, Nadi 112 x/menit, tidak teratur, RR 20x/menit, Suhu 37˚C, BB 60 kg, TB 150 cm, pemeriksaan paru normal, jantung tidak membesar, S1S2 tunggal, tidak ada murmur, irama jantung lebih cepat & tidak teratur. Status neurologis normal. Lain-lain dalam batas normal. Diagnosis dokter Hipertensi stage 2 dengan aritmia Berikan terapi farmakologi dengan penulisan resep sesuai kaidah yang benar ! Jelaskan alasan pemilihan obatnya! Resep dr. Danial Habri SIP 111239286 Jl. Kedung Sroko 48 Surabaya Surabaya, 7 Oktober 2024 R/ Tab. Cap...