VIGNETTE SLE
Seorang wanita, 30 tahun, datang ke klinik kulit dengan keluhan nyeri hilang timbul dan kaku ada kedua lutut sejak 6 bulan yang lalu dan memberat sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan berkurang saat istirahat. Selain itu pasien mengeluh sariawan pada mulut yang tidak nyeri, dan rambut rontok. Pada pemeriksaan fisik didapatkan rambut rontok dan tipis, wajah pucat dan malar rash (+), sariawan pada mukosa bukal (+), tidak ada tanda peradangan pada sendi. Pada pemeriksaan lab didapatkan ANA test (+), ds DNA (+) . Oleh dokter didiagnosis SLE.
Pertanyaan :
Tuliskan Farmakoterapi untuk pasien tersebut dengan format Resep lengkap
- Lupus eritematosus sistemik (LES/SLE) merupakan penyakit autoimun kompleks yang menyerang berbagai sistem tubuh.
- Faktor genetik dan lingkungan diketahui berperan dalam patogenesis penyakit ini.
- LES ditandai dengan pembentukan autoantibodi patogenik terhadap asam nukleat dan protein pengikatnya, yang disebabkan oleh intoleransi tubuh terhadap komponen tubuh sendiri (self-intolerance).
- LES memiliki manifestasi klinis, kelainan imunologi, hasil laboratorium, serta perjalanan dan dampak penyakit yang bervariasi. Manifestasi klinis pada kulit, sendi, ginjal, dan organ lainnya tidak selalu muncul bersamaan, tetapi dapat berkembang seiring perjalanan penyakit.
- Berdasarkan jenis kelamin, LES lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio 2:1 hingga 15:1.
- Diagnosis LES dapat dibantu dengan klasifikasi ACR 1997, SLICC 2012, dan EULAR/ACR
- Penilaian derajat LES dapat dapat ditentukan berdasarkan manifestasi klinis dan/atau skor SLEDAI/MEX-SLEDAI, yang membagi LES menjadi ringan, sedang, dan berat
- Pengelolaan pasien LES meliputi edukasi, program rehabilitasi, serta terapi nonfarmakologi dan farmakologi.
- Kortikosteroid merupakan lini pertama terapi LES, namun penggunaan dosis, indikasi, dan durasi pemberian harus diperhatikan untuk meminimalkan efek samping.
- Terapi pendamping (sparing agent) diberikan untuk mengontrol aktivitas penyakit serta mengurangi ketergantungan dan efek samping kortikosteroid.
- Target utama pengelolaan LES adalah mencapai remisi atau kondisi lupus dengan aktivitas penyakit yang rendah (lupus low disease activity state) dan mencegah kekambuhan, yang terdiri dari terapi awal dan pemeliharaan.
- LES derajat ringan:
- Obat yang dapat digunakan: antimalaria, kortikosteroid, OAINS, metotreksat, dan tabir surya
- Kortikosteroid (KS) dapat digunakan secara topikal untuk kelainan pada kulit sesuai dengan lokasi lesi. Pada area yang tipis e.g. wajah dapat digunakan KS potensi rendah e.g. hidrokortison 1%; pada area badan dapat digunakan KS potensi sedang e.g. triamsinolon atau betametason valerat; area tebal e.g. kulit kepala, telapak tangan&kaki dapat digunakan KS potensi tinggi seperti klobetasol propionat. Untuk badan dengan sediaan krim/salep, kulit kepala sediaan solusio
- KS intraartikular (IA) dapat diberikan untuk artritis
- Kortikosteroid oral (prednisolon <=20 mg/hari atau setara) diberikan apabila KS topikal/IA tidak memberikan respon ATAU tidak memungkinkan. KS oral diberikan maks. 2 minggu dan diturunkan dosisnya secara cepat, dilanjutkan dengan dosis maintenance (prednisolon <=7,5 mg/hari)
- Antimalaria (hidroksiklorokuin atau klorokuin) diberikan pada semua pasien LES kecuali ada kontraindikasi
- Metotreksat terutama digunakan untuk mengontrol artritis dan ruam kulit pada lupus serta berperan sbg steroid sparing agent
- OAINS digunakan sbg terapi simtomatik jangka pendek (bbrp hari-bbrp minggu) untuk mengatasi keluhan nteri sendi, otot, atau demam pada lupus
- LES derajat sedang
- Diperlukan prednisolon oral dengan dosis lebih tinggi (≥0,5 mg/kgBB/hari atau setara) dibandingkan yang digunakan pada LES derajat ringan, atau metilprednisolon intravena (<250 mg selama 1-3 hari), yang dilanjutkan dengan prednisolon oral (≥0,5 mg/kgBB/hari). Dosis kortikosteroid kemudian diturunkan secara bertahap sesuai dengan perbaikan aktivitas penyakit, hingga mencapai dosis terendah (≤7,5 mg/hari) atau dihentikan jika efek dari agen steroid-sparing telah muncul dalam beberapa minggu atau bulan.
- Kortikosteroid diberikan bersamaan dengan imunosupresan dan antimalaria untuk mengontrol aktivitas penyakit. Imunosupresan dan antimalaria juga berperan sebagai agen steroid-sparing.
- Imunosupresan yang dapat digunakan meliputi metotreksat, azatioprin, mofetil mikofenolat, asam mikofenolat, siklosporin, serta penghambat kalsineurin lainnya seperti takrolimus, tergantung pada organ yang terlibat.
- Pada kasus refrakter, dapat dipertimbangkan penggunaan belimumab atau rituksimab (biologic agent)
- LES derajat berat
- Pasien dengan LES derajat berat memerlukan investigasi menyeluruh untuk mengeksklusi kemungkinan penyebab lain, termasuk infeksi. Penatalaksanaan tergantung pada etiologi (inflamasi dan/atau trombosis), dengan penggunaan imunosupresan dan/atau antikoagulan.
- Terapi imunosupresan untuk LES berat yang aktif meliputi metilprednisolon intravena atau prednisolon oral (≥1 mg/kgBB/hari atau setara).
- Mofetil mikofenolat atau siklofosfamid digunakan pada kasus lupus nefritis dan lupus non-renal yang refrakter.
- Terapi biologis seperti belimumab atau rituksimab dapat dipertimbangkan jika pasien tidak merespons dengan baik terhadap imunosupresan.
- Imunoglobulin intravena dan plasmaferesis dapat dipertimbangkan pada pasien dengan sitopenia refrakter, thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP), neuropsychiatric systemic lupus erythematosus (NPSLE) yang progresif atau refrakter, serta pada sindrom antifosfolipid (APS) katastrofik.
- Kortikosteroid
- protokol pemberian kortikosteroid dosis tinggi (0.5-1 mg/kg/hari), sedang (0.2-0.5 mg/kg/hari), dan rendah (0.1-0.2 mg/kg/hari); KS pulse 500-1000 mg IV/hari 3-5 hari pada penyakit berat
- efek samping pemberian KS antara lain infeksi, diabetes, hipertensi, katarak, osteoporosis, sindroma Cushing
- penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan supresi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA)
- penurunan dosis steroid harus dilakukan secara hati-hati; pada pasien yang mengonsumsi steroid dalam dosis terbagi, tappering off dapat dilakukan dengan mengubah frekuensi konsumsi obat menjadi dosis tunggal di pagi hati, setelah fase tersebut, dosis diturunkan perlahan 5-10%/minggu sampai dosis 0.25 mg/kgBB/hari
- OAINS
- OAINS dapat digunakan untuk mengobati artralgia, kelelahan, mialgia, serositis, sinovitis, nyeri jaringan lunak, dan nyeri kepala
- beberapa obat dari golongan ini antara lain naproksen dan ibuprofen
- OAINS selektif COX-2 celecoxib aman dan efektif
- manfaat dan risiko harus dipertimbangkan untuk mencegah efek samping obat
- Antimalaria
- antimalaria pada LES meningkatkan kesintasan dan remisi, menurunkan aktivitas penyakit dan infeksi, memberi dampak positif pada profil lipid, mencegah trombosis, dan mencegah kegagalan organ
- antimalaria dipertimbangkan untuk semua pasien LES, dengan mempertimbangkan efek samping, antimalaria dapat dilanjurkan apabila pasien hamil/menyusui
- dosis hidroksiklorokuin yang dapat diberikan adalah <=6.5 mg/kgBB/hari, sedangkan dosis klorokuin <=3 mg/kgBB/hari
- dosis klorokuin diberikan dengan dosis 250 mg/hari, dapat diberikan apabila hidroksiklorokuin tidak dapat diberikan atau ditoleransi, meskipun efek samping toksisitas retina harus diperhatikan
- Obat imunosupresan (tidak dibahas di sini)
- Indikasi penggunaan imunosupresan secara umum meliputi keterlibatan organ mayor atau keterlibatan ekstensif kulit atau organ lainnya yang tidak merespons terapi lain, serta kegagalan respons terhadap kortikosteroid atau kebutuhan untuk menurunkan dosis kortikosteroid (sebagai steroid-sparing agent)
- Contoh obat imunosupresan yang digunakan dalam terapi LES meliputi alkilating agents (misalnya siklofosfamid), penghambat sintesis nukleotida (seperti azatioprin, mofetil mikofenolat, atau asam mikofenolat), dan penghambat kalsineurin (misalnya siklosporin dan takrolimus). Pemilihan obat disesuaikan dengan manifestasi penyakit, usia pasien, potensi kehamilan, keamanan, dan biaya.
- pemberian KS dapat dimulai dengan dosis efektif terendah terlebih dahulu dan dalam jangka waktu paling singkat yang mungkin untuk mencegah efek samping. pada kasus ini dapat digunakan prednisolone atau prednisone (keduanya memiliki potensi yang sama)
- dapat digunakan hidroksiklorokuin/klorokuin
- OAINS COX-2 selektif seperti celecoxib dapat diberikan, atau diberikan OAINS yang murah dan banyak ditemui seperti ibuprofen, na. diklofenak, dll.


2. VIGNETTE REAKSI ANAFILAKSIS
Pasien mengeluh sesak napas sejak ± 5 jam sebelum masuk rumah sakit setelah disuntik obat. Sesak dirasakan timbul secara tiba-tiba seperti sulit untuk mengambil napas dan tidak membaik dengan perubahan posisi. Sesak awalnya terasa ringan, namun semakin memberat. Pasien mengatakan sesak napas muncul ± 30 menit setelah perawat memasukkan obat. Pasien juga mengeluh bengkak di kedua mata dan bibirnya, gatal dan bentol2 di tubuh sejak ± 30 menit setelah perawat memasukkan obat. Sensasi seperti terbakar juga dirasakan pada bibir pasien. Saat ini pasein juga mengeluh mual. Pada pemeriksaan vital sign: TD 70/50 mmHg, Nadi 120x/menit, RR 30 x/menit dan t 36,5 C. Diagnosis reaksi anafilaksis
Pertanyaan :
Tuliskan Farmakoterapi untuk pasien tersebut dengan format Resep lengkap
Protap Anafilaksis
S: Sesak, bengakak pada bibir, lidah dan uvula, gatal seluruh tubuh Penurunan kesadaran, Riwayat alergi makanan, obat, sengatan lebah, riwayat alergi sebelumnya
O: Takikardi, Hipotensi, Takipneu
Planning diagnosa: Skin prick test
- Planning Terapi:ABCDE,
- Posisi Tredenblurg
- Oksigen sesuai kebutuhan (nasal/masker/rm)
- IVFD Nacl 0,9% 1000-2000 cc IV bolus (5-10 cc/kgbb dalam 15 menit), observasi jika stabil maintenance
- Inj Epinephrin 1:1000, (0,01 /kgbb, Maksimal 0,5 mg) im di mid vastus lateralis bisa diulangi 2x selang 5 menit
- Inj Difenhidramin 25-50 mg iv
- Inj Hidrokortison 200 mg iv/metilprenidsolon 50-100mg iv, Deksametason 5-10mg IV
- jika ada wheezing bisa diberikan Aminofilin 250 mg inj habis dalam 10 menit IV dapat dilanjutkan 250 mg+ 500 cc Nac 0,9 % 7tpm (jika tidak ada kontraindikasi)
- Jika ada bradikardi berikan atropin 0,3-0,5 mg IV (dapat diulang tap 10 menit dan maksimun dosis 2 mg)
- Vasopressor jika tidak respon, Dopamin 2-20ug/kgbb/menit dilakukan tirasi sampai sistol lebih dari 90 mmhg
- Adrenalin atau epinefrin endogen diproduksi oleh kelenjar medula adrenal dan berperan penting sebagai neurotransmitter pada sistem adrenergik.
- Obat ini bekerja pada reseptor adrenergik α1, α2, β1, β2, dan β3.
- Pada reseptor α1, adrenalin menyebabkan vasokonstriksi, sedangkan pada reseptor β1, meningkatkan frekuensi denyut jantung dan curah jantung, yang akhirnya meningkatkan tekanan darah.
- Pada reseptor β2, adrenalin menyebabkan relaksasi bronkus serta vasodilatasi pada pembuluh darah otot rangka dan koroner. Selain itu, efek pada reseptor β2 menstabilkan sel mast, mencegah degranulasi dan pelepasan histamin.
- Efek-efek tersebut membantu memperbaiki gangguan hemodinamik, bronkospasme, dan urtikaria pada syok anafilaktik, merangsang jantung pada kasus henti jantung, dan berfungsi sebagai bronkodilator pada serangan asma.
- Adrenalin bekerja dengan cepat, dengan onset 5-10 menit dan durasi kerja relatif singkat, yaitu sekitar 30-60 menit.
- Renjatan anafilaktik: sediaan 1 mg/ml (1:1000) diberikan sebanyak 0,3-0,5 mg secara subkutan (SC) atau intramuskular (IM), dan dapat diulangi setiap 5-10 menit jika diperlukan. Setelah itu, dapat dilanjutkan dengan infus 1 mg adrenalin dalam 250 ml Dextrose 5%, dengan dosis 1-4 mcg/menit secara kontinu, pada kecepatan 100 mcg/menit.
- Mekanisme Aksi: Diphenhydramine, yang merupakan turunan monoethanolamine, adalah antihistamin dengan sifat sedatif dan antimuskarinik. Obat ini bersaing dengan histamin untuk mengikat situs reseptor H1 pada sel efektor di pembuluh darah, saluran pencernaan, dan saluran pernapasan.
- Durasi: Penekanan wheal yang diinduksi histamin: sekitar 10 jam; penekanan flare yang diinduksi histamin: sekitar 12 jam.
- Farmakokinetik:
- Absorpsi: Diserap dengan baik dari saluran pencernaan. Bioavailabilitas: 42-62%. Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak plasma: sekitar 1-4 jam.
- Distribusi: Didistribusikan secara luas di seluruh tubuh termasuk sistem saraf pusat (CNS). Menembus plasenta dan masuk ke dalam ASI. Volume distribusi: 17 L/kg. Pengikatan protein plasma: 98,5%.
- Metabolisme: Dimetabolisme secara ekstensif di hati oleh isoenzim CYP2D6 melalui N-demetilasi dan demetilasi minor oleh CYP1A2, 2C9, 2C19; derajat yang lebih kecil di sistem paru dan ginjal; mengalami efek first-pass yang signifikan.
- Ekskresi: Terutama melalui urin (dalam bentuk metabolit dan obat yang tidak berubah). Waktu paruh eliminasi: 2,4-9,3 jam.
Dosis parenteral pada kondisi alergi/motion sickness
- Sediaan:
- Ampul 1 ml @10 mg/ml
- Vial 15 ml @150 mg/15 ml (sama dengan ampul)
- Dewasa: 10-50 mg hingga 100 mg jika diperlukan melalui injeksi IV dengan laju 25 mg/menit atau injeksi IM dalam. Maksimal: 400 mg per hari. Untuk pencegahan mabuk perjalanan, berikan 30 menit sebelum terpapar gerakan.
- Anak: 5 mg/kg melalui injeksi IV dengan laju 25 mg/menit atau injeksi IM dalam dalam 4 dosis terbagi. Maksimal: 300 mg per hari. Untuk pencegahan mabuk perjalanan, berikan 30 menit sebelum terpapar gerakan.


- Mekanisme Aksi: Dexamethasone adalah kortikosteroid yang sangat kuat dan memiliki durasi aksi yang panjang dengan aktivitas glukokortikoid yang bertindak sebagai agen anti-inflamasi dengan menekan migrasi neutrofil, mengurangi produksi mediator inflamasi, membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler, dan menekan respons imun. Obat ini memiliki sifat retensi natrium yang minimal, sehingga cocok untuk mengobati kondisi di mana retensi air menjadi kerugian.
- Farmakokinetik:
- Absorpsi: Mudah diserap dari saluran pencernaan. Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak plasma: 1-2 jam (oral); sekitar 30-120 menit (IM).
- Distribusi: Menembus plasenta, masuk ke dalam ASI. Pengikatan protein plasma: sekitar 77%.
- Metabolisme: Dimetabolisme di hati.
- Ekskresi: Melalui urin. Waktu paruh eliminasi: 4 ± 0,9 jam (oral); sekitar 1-5 jam (IV).
- Sediaan dan dosis
- Ampul 1 ml @5 mg/ml
- Vial dexamethasone sodium phosphate 5 mg~@4 mg/ml dexamethasone
- Dosis: 5-10 mg IV


Wanita usia 35 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan demam tinggi sejak 1 hari yang lalu. Ketika demam turun, badan terasa kedinginan dan menggigil. Satu hari sebelumnya badan terasa lemah, nyeri otot dan sakit kepala, disertai dengan mual tetapi tidak muntah. Pasien juga mengaku bahwa dirinya 2 minggu yang lalu berpergian dari Maluku. Pada pemeriksaan fisik didapatkan BB 50 kg, TB 155 cm, tensi 110/70 mmHg, nadi 120 x/menit, temperatur aksila 39,0°C, RR 24 x/ menit. RDT: Malaria non falciparum (+).
Pertanyaan :
Tuliskan Farmakoterapi untuk pasien tersebut dengan format Resep lengkap
Pengobatan malaria yang saat ini direkomendasikan adalah dengan pemberian ACT (Artemisinin-based Combination Therapy). Kombinasi ini diberikan untuk meningkatkan efektivitas pengobatan dan mencegah terjadinya resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati dengan ACT yang diberikan secara oral, sedangkan malaria berat diobati dengan injeksi Artesunat yang kemudian dilanjutkan dengan ACT oral. Selain itu, diberikan juga primakuin sebagai agen gametosidal dan hipnozoidal.
Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi
Malaria Falsiparum dan Malaria Vivaks
Pengobatan untuk malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT yang ditambah dengan primakuin. Dosis ACT untuk kedua jenis malaria ini sama. Primakuin diberikan pada malaria falsiparum hanya pada hari pertama dengan dosis 0,25 mg/kgBB, sementara untuk malaria vivaks diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi berusia di bawah 6 bulan. Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks menggunakan kombinasi Dihidroartemisinin-Piperakuin (DHP) + Primakuin.
S 1 d.d. Tab III
—————————————————— paraf
R/ Tab Primaquine 15 mg No. XXX
S 1 dd tab I
—————————————————— paraf
R/ Tab Domperidone 10 mg No. XV
S 3 d.d. Tab I
—————————————————— paraf
R/ Tab Paracetamol 500 mg No. XV
S 3 d.d. Tab I
—————————————————— paraf
4. VIGNETTE KASUS DHF
An D, 15 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan panas tinggi sejak 4 hari yang lalu, disertai pusing dan nyeri perut. Pada pemeriksaan didapatkan keadaan umum baik, T= 110/ 70 mmHg, N= 70x/ menit, suhu= 38,5 C, tes RL (+), tidak ada epistaksis, Ascites (-), Hepatomegali (-), Akral hangat, Oedem (-). Diagosis awal DHF grade 1
Pertanyaan :
Tuliskan Farmakoterapi untuk pasien tersebut dengan format Resep lengkap
R/Inf. Ringer Laktat 500 ml No. II
S i.m.m
—————————————————— paraf
R/Infus set No. I
S i.m.m
—————————————————— paraf
R/ IV cannula 22 G
S i.m.m
—————————————————— paraf
R/ Tab Paracetamol 500 mg No. XV
S 3 d.d. Tab I p.r.n.
—————————————————— paraf
Soal No 5.Anemia Defisiensi Besi
Seorang Ibu, G1P0A0, kehamilan 13 minggu datang ke tempat praktek dokter dengan keluhan sering lemas dan mudah capek. Ibu mengakui bahwa makanan yang dikonsumsi lebih cenderung ke protein nabati, terkadang diselingi telur. Ibu mengaku tidak rutin mengkonsumsi sayur. Keluhan tidak disertai mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan BB 50 Kg, TD 110 /70 mmHg, N 80 x/m, RR 21 x/m, S: 36,70C, konjungtiva sedikit pucat, TFU teraba 1 jari diatas symphysis pubis, DJJ 149 x/m. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 10,2 mg/dl, dan apus darah tepi menunjukan hipokrom mikrositer, pada urine reduksi (-), protein (-). Dokter mendiagnosis dengan G1P0A0 13 minggu dengan anemia ringan.
Pertanyaan : Tuliskan farmakoterapi untuk pasien tersebut dengan format resep lengkap
S 1 d.d. Tab I
—————————————————— paraf
R/ Tab Asam Folat 400 mcg No. XXX
S 1 dd tab I
—————————————————— paraf
dikenal juga sebagai
R/ Tab Tambah Darah No. XXX
S 1 d.d. Tab I
—————————————————— paraf













Comments
Post a Comment